Selasa, 02 September 2025

JP Laa Manroe: Presiden Prabowo Jangan Mundur, Justru Harus lalui jalan terjal dan berliku utk lakukan Reformasi & Restorasi*

 *Surat terbuka utk Yth, Presiden Prabowo*, dalam bentuk tulisan:


*Presiden Prabowo Jangan Mundur, Justru Harus lalui jalan terjal dan berliku utk lakukan Reformasi & Restorasi*


Sebuah Refleksi Filsafat Sosial Politik, ekonomi, Kebijakan Nasional dan Kajian Krisis. 

Di tulis oleh : *JP Laa Manroe*

- Pengamat kebijakan Nasional, Advokasi & Komunikasi

- Seniman Budayawan Peraih puluhan Award Internasional termasuk peraih Award tertera *Nobel World Artis Contest*

*I. Pendahuluan: Krisis, Demonstrasi, dan Jalan Sunyi Kekuasaan*

Gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai kota Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini menandakan sesuatu yang lebih dari sekadar gejolak sosial. 

Hal itu adalah bahasa rakyat yang lahir dari luka panjang  (*Lingua populi nata ex vulneribus longis*) 

ketidakadilan ekonomi, ketimpangan sosial, dan ketidakpercayaan terhadap elite politik.

Dan saat ini Kita sedang memperjuangkan &  berjuang keluar dari 

*“Iniustitia oeconomica, inaequalitas socialis, et diffidentia in principibus politicis.”*

 Lebih jauh lagi, kecurigaan rakyat atas cengkeraman oligarki dalam negeri, mafia internasional yang di analisis menguasai sektor-sektor vital yakni pangan, energi, hingga tambang, sehingga memperkuat anggapan dalam pikiran rakyat bahwa kedaulatan bangsa sedang terancam.

Di seluruh dunia, Korupsi menyebabkan kemiskinan terstruktur, kehancuran ekonomi, hutang negara menggunung, kebijakan ugal ugalan tidak pro rakyat, ambruk nya keadilan dan rontoknya law enforcement, pajak menjulang, sulitnya cari kerja, hilangnya moral bangsa dan menguapnya etika sosial politik dll dll 

*Apakah bangsa Indonesia sudah mengalami hal tersebut?*

Jawaban Analisa kritis nya adalah *Proses kesana terlihat sedang berjalan ( InProses)* buktinya Mahasiswa, aktivis, para buruh dan rakyat sudah turun ke jalan demontrasi besar2 an beberapa hari di beberapa wilayah Indonesia mulai tanggal 25 Agustus kemarin. 

Hanya saja jangan sampai Demonstrasi tersebut di tunggani oleh pihak2 pengacau yg memanfaat kan hal tersebut.

Memang situasi yang terlihat sekarang dan juga korupsi gila gilaan saat ini bukan semata mata akibat Pemerintahan Prabowo tapi secara data akademis hal tersebut adalah akumulasi peninggalan jejak jejak Pemerintahan sebelumnya, 

Namun Prabowo, jajarannya, para Menteri kabinet di harapkan jangan memperparah kondisi dengan kebijakan kebijakan yang tidak Pro Rakyat yang membuat rakyat kecewa berat sehingga bergerak serentak. 

*Ingat : Suara Rakyat Suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei)*


Di tengah situasi ini, muncul wacana: *“Prabowo harus mundur.”*

Tetapi dari perspektif filsafat politik dan analisis kebijakan, *mundur bukanlah solusi, melainkan jalan pintas yang berbahaya* kemudian di ambil alih oleh siapapun yang mengincar jabatan kekuasaan itu. 

Sejarah justru menuntut Prabowo untuk *melakukan transformasi besar besaran, bukan sekadar bertahan*

*II. Kerangka Teori: Filsafat Keadilan dan Negara*

1. Bicara Negara dan keadilan maka kita bisa merefer gagasan *Plato* yaitu Keadilan sebagai Harmoni.

Negara adil adalah negara yang setiap elemennya menempati fungsi kodratinya. Disharmoni terjadi ketika elite menyalahgunakan kekuasaan dan rakyat kehilangan hak dasar.

2. Sedangkan dalam perjalan waktu maka banyak terjadi gesekan & ketimpangan yang menyebabkan ketidakadilan sehingga benar teori *Rousseau* tentang Ketimpangan dan Kontrak Sosial.

Ketidakadilan muncul ketika “beberapa orang berkata, ini tanahku, lalu orang lain mempercayainya.” Mafia dan oligarki adalah manifestasi modern dari pengkhianatan kontrak sosial.

3. Lalu masuk logika bagaimana keadilan kalau hanya menguntungkan sekelompok elite sedangkan rakyat masih hidup sulit dan prihatin seperti yang di nyatakan *Rawls* yaitu seharusnya Keadilan sebagai Fairness.

*Ketidaksetaraan hanya dapat dibenarkan bila menguntungkan mereka yang paling miskin*. Maka, pembangunan harus berpihak pada kaum lemah, bukan sekadar memanjakan investor besar.

4. Lebih lanjut lagi secara Visioner kondisi bangsa ini sudah di prediksi oleh *Bung Karno* (Kedaulatan sebagai Inti Bangsa)

“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” 

Oligarki domestik hari ini adalah wajah baru mirip penjajahan.

5. Sehingga benarlah pernyataan Gus Dur yang selalu menyatakan *Pluralitas dan Kemanusiaan*

“Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.” Politik yang berkeadilan harus memanusiakan rakyat, bukan memperalat hukum untuk oligarki.

*III. Metodologi Analisis*

Tulisan saya ini dari Metodologi yang  menggunakan pendekatan filsafat politik kritis dengan tiga instrumen analisis:

1. Hermeneutika Filsafat  menafsirkan ulang gagasan klasik (Plato, Rousseau, Rawls, hingga Soekarno dan Gus Dur) dalam konteks krisis Indonesia kontemporer.

2. Analisis Struktural , melihat relasi antara oligarki, mafia internasional, dan negara.

3. Pendekatan Historis-Kritis menilai posisi Prabowo dalam mata rantai sejarah kepemimpinan Indonesia: apakah ia sekadar transisi ataukah pembaharu.

*IV. Studi Kasus: Demonstrasi dan Ketimpangan Sosial*

1. Ketimpangan Ekonomi

*Dulu Prof Dr Soemitro Begawan Ekonomi yg jujur dan sederhana di masa orde baru dengan berani dan penuh resiko  mengungkapkan Dana APBN bocor 30 %,*, sehingga timbul istilah ada nya Dana Siluman

Kondisi Saat ini : 

Data BPS dan laporan Bank Dunia menunjukkan jurang kaya-miskin makin melebar. 1% orang terkaya menguasai lebih dari 40% kekayaan nasional. 

Rakyat kecil kesulitan mengakses lapangan kerja dan layanan dasar.

2. Sangat tinggi nya Gaji take home pay para pejabat negara termasuk gaji DPR, Komisaris & Direksi serta tantiemnya 

3. Mafia Pangan dan Energi

Kasus mafia beras, BBM, dan batu bara berulang kali mencuat, menandakan lemahnya kedaulatan negara. Situasi ini sesuai dengan tesis *Tan Malaka* dalam Madilog: bangsa yang tak mandiri ekonominya akan terus terjajah.

4. Penyebab utama : Korupsi gila gilaan Triyun trilyun

Korupsi di Indonesia bukan sekadar tindak kriminal atau penyimpangan individu, melainkan sebuah penyakit sosial yang merasuki sendi-sendi institusi negara, merongrong legitimasi demokrasi, dan memperlebar jurang ketidakadilan struktural. Dari perspektif teori keadilan *Rawls*, korupsi menciptakan masyarakat yang gagal melindungi kepentingan kelompok paling rentan. Prinsip difference principle yang seharusnya menjamin bahwa setiap ketimpangan hanya sah sejauh memberi manfaat bagi kelompok paling lemah justru dibalikkan logikanya: korupsi memperkaya segelintir elit dan menjerumuskan jutaan rakyat ke dalam kemiskinan sistemik.

Bila dilihat melalui kacamata *Habermas*, *korupsi membunuh ruang publik deliberatif*. Dialog yang seharusnya didasarkan pada rasionalitas komunikatif digantikan oleh transaksi kuasa, lobi gelap, dan kooptasi politik uang. 

Demokrasi kehilangan substansinya karena suara rakyat tidak lagi terpantul dalam kebijakan, melainkan ditenggelamkan oleh kepentingan tertentu. 

Sementara itu, melalui kerangka *Foucault*, kita dapat membaca *korupsi sebagai teknologi kuasa yang mereproduksi* dirinya dalam jaringan birokrasi, hukum, dan ekonomi. 

Korupsi bukan sekadar pelanggaran aturan, melainkan sebuah regime of truth yang menormalisasi penyalahgunaan wewenang sehingga generasi baru tumbuh dalam atmosfer permisif terhadap praktik kotor.

Secara empiris, dampak korupsi telah nyata: rasio gini stagnan di kisaran 0,38–0,40, menandakan ketimpangan kronis; tingkat kemiskinan nasional berkisar 9–10%, tetapi kemiskinan multidimensi jauh lebih luas, menyentuh aspek pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap pekerjaan layak; rasio pajak stagnan pada 9–10% dari PDB, jauh tertinggal dari standar negara berkembang (15–20%); sementara *utang negara menembus lebih dari Rp 8.000 triliun*, sebagian besar dialokasikan untuk pembayaran bunga, alih-alih pembangunan produktif. 

Ironisnya, di indikasikan setiap rupiah terus menerus hilang akibat korupsi  *menurut KPK* jumlahnya triliunan per tahun sehingga mencerminkan sekolah yang tidak terbangun maksimal demikian juga rumah sakit gratis atau murah yang tidak berdiri, dan generasi yang kehilangan kesempatan hidup lebih baik.

Secara normatif, kondisi ini menegaskan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap kontrak sosial bangsa. *Konstitusi Indonesia (UUD 1945)* menegaskan tujuan bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, *setiap pejabat korup sejatinya bukan sekadar pencuri uang rakyat, melainkan pengkhianat cita-cita kemerdekaan*.

5. Demonstrasi sebagai Ruang Publik

Gerakan mahasiswa, buruh, dan rakyat kecil adalah refleksi nyata dari “ruang publik” ala *Habermas*. Mereka menyampaikan aspirasi bukan lewat parlemen, tetapi lewat jalanan, karena ruang formal politik dianggap macet oleh oligarki.

6. Krisis Legitimasi

Di tengah tekanan sosial ini, muncul tuntutan agar presiden mundur. Namun, pengalaman sejarah (*misalnya pengunduran diri Soeharto 1998*) menunjukkan bahwa mundurnya seorang presiden tanpa perubahan struktural hanya menciptakan kekosongan dan instabilitas baru dan di manfaatkan oleh lawan lawan politik nya yang belum tentu bisa membangun  bangsa yang lebih baik bahkan jika salah langkah malah mungkin sebaliknya negara menjadi lebih buruk. 

*V. Rekomendasi Kebijakan: Agenda Perubahan Mendesak*

1. Menegakkan Kedaulatan Ekonomi

Reformasi total sektor pangan, energi, dan tambang.

Membangun food estate berbasis koperasi rakyat, bukan konglomerasi.

Menahan denga keras arus ketergantungan pada  mafia impor.

2. Redistribusi Sosial dan Ekonomi

Subsidi produktif untuk UMKM.

Program pemerataan digital dan pendidikan vokasi.

Land reform modern berbasis keadilan sosial.

3. Reformasi Hukum dan Pemberantasan Mafia

Penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Audit transparan pada kebijakan strategis.

Reformasi peradilan agar bebas dari intervensi oligarki.

4. Dialog Nasional dengan Rakyat

Membuka ruang dialog terbuka dengan demonstran.

*Membentuk National Crisis Council yang melibatkan akademisi, pengamat pengamat kritis, tokoh masyarakat, dan organisasi rakyat*.

Menghidupkan kembali roh musyawarah Pancasila.

5. Nation and Character Building

Menjadikan pendidikan karakter sebagai prioritas.

*Menghidupkan kembali ideologi Pancasila sebagai fondasi moral politik*

Memimpin dengan keteladanan, bukan sekadar instruksi.

6. Presiden segeralah *keluarkan Perpu hukuman mati ( atau hukuman seumur hidup) utk koruptor dan rampas asset nya serta miskinkan koruptor* 

*VI. Kesimpulan: Jalan Eksistensial Seorang Presiden*

Di akhir tulisan ini saya menyimpulkan 

Mundur adalah pelarian, bukan jawaban. 

Mundur berarti memberi kesempatan oligarki mengisi kekosongan utk menguasai bangsa. 

Tetapi memilih perubahan drastis utk Bangsa & Negara berarti *memasuki jalan sunyi revolusioner kepemimpinan yang sesungguhnya dan mempesona*

*Nietzsche* mengingatkan: “Orang besar adalah ia yang berani berkata ya kepada penderitaan.” 

Saat ini Sejarah sedang menuntut Presiden Prabowo berkata ya pada penderitaan rakyatlah yang akan menjadikannya bahan bakar utama perubahan besar besaran struktural, kultural & Fungsional. 

Jend Prabowo bisa memilih untuk dikenang sebagai presiden transisi yang gagal jika mundur, atau sebagai negarawan besar yang melawan arus status quo. 

*Jalan itu kini terbuka walau jalan yang terjal dan berliku* tetapi hanya di sanalah sejarah akan menuliskan namanya, Presiden pasti sangat mampu lewati jalan terjal dan berliku karena harapan rakyat ada di pundak Presiden untuk melakukan Reformasi dan Restorasi bangsa. 

Jika jalan itu berhasil di lalui atau katakanlah *in-progress* menuju finalisasi maka saya yakin jangankan 100 %  bahkan 1000  persen rakyat mendukung dengan tetesan air mata bangga dan semangat membara dengan satu kalimat 

*We*, *the Indonesian people, are always on your side, our President forever*

God Bless you Forever

From JP Laa Manroe ( *Pemikir Pejuang Pejuang Pemikir*) 

JPLM official management staff: yoelala@yahoo.com

-----------0000----

2 komentar: