Rabu, 08 Oktober 2025

Surat terbuka ke empat utk Yth Presiden Prabowo ttg Jend Hoegeng dlm Reformasi Polri, by JP Laa Manroe

 *Surat terbuka ke empat* dalam bentuk tulisan,

Utk 

*Yth Bpk Presiden Jend Prabowo S*

Cq

 *Bpk Prof Dr Mahfud MD ketua Tim Reformasi Polri*

Jenderal Hoegeng dlm Reformasi Kepolisian (ciptakanlah  Hoegeng-Hoegeng Baru” kalau tidak maka sia sia ) 

By : *JP Laa Manroe*

- Pengamat Kebijakan Nasional, Globalisme & Advokasi .

- Seniman Budayawan yg pernah mengharumkan nama Bangsa dengan  meraih puluhan Award internasional .

Presiden Prabowo dgn gagasan nya " Reformasi Kepolisian " pastinya sudah di kaji & di pertimbangkan dgn matang, mengingat keluhan2 masyarakat thd kinerja Polisi bahkan sampai ada group Band Sukatani dgn lagu nya ttg  Polisi  " Bayar bayar bayar "  dengan syair lagu tsb sbb :

Mau bikin SIM, bayar polisi

Ketilang di jalan, bayar polisi

Touring motor gede, bayar polisi

Angkot mau ngetem, bayar polisi

Aduh, aduh, ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi

Mau bikin gigs, bayar polisi

Lapor barang hilang, bayar polisi

Masuk ke penjara, bayar polisi

Keluar penjara, bayar polisi

Aduh, aduh, ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi

Mau korupsi, bayar polisi

Mau gusur rumah, bayar polisi

Mau babat hutan, bayar polisi

Mau jadi polisi, bayar polisi

Aduh, aduh, ku tak punya uang

Untuk bisa bayar polisi

Lirik lagu di buat tentunya sdh di pikirkan terlebih dahulu apa kenapa dan bagaimana. .kalau kita buka medsos terkait kinerja Polisi, banyak tanggapan masyarakat yg " miring" thd kepolisian. .

ada yg indikasi terkait Mafia Tanah, ada yg terkait Narkoba, ada yg selingkuh, ada rakyat urus urusan nya di kepolisian tapi belum di proses maksimal bertahun tahun ( silahkan buka medsos ) dll ...sehingga rakyat sulit mendapat keadilan..

*Pertanyaannya apakah Pak Prabowo tahu  dari A sd Z*  fenomena lagu yg pernah viral  tersebut..?

Lalu *apakah pak Prabowo sdh tahu* kondisi Kepolisian Republik Indonesia selama ini...?

Yg jelas demi utk membuat Polisi benar2 mengayomi dan membantu rakyat dgn penuh moral, etika & profesional maka *Presiden membuat gebrakan Reformasi Kepolisian*  

Dan ternyata seluruh rakyat Indonesia pun mendukung hal tersebut.

Namun seperti apa Reformasi ataù Restorasi di Kepolisian tsb ..apakah menyentuh nilai2 moral & filosophy yg mendalam 

atau hanya perubahan struktural & *hanya pergantian Jabatan pucuk pimpinan Polri*?

Baiklah saya ( penulis ) akan memberikan pandangan & pendapat saya dalam konteks krisis kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian Indonesia sehingga Presiden Prabowo menginstruksikan Reformasi Polri.

 Agenda reformasi Polri tidak lagi dapat dipahami sekadar sebagai perubahan struktural atau birokratis. 

Ia menuntut sebuah rekonstruksi moral dan kultural yang berakar pada nilai-nilai kejujuran, tanggung jawab, dan keberanian etis. 

Krisis ini bukan semata bersifat institusional, melainkan eksistensial yg menyentuh inti identitas Polri sebagai pelindung dan pengayom rakyat.

Sebagaimana diingatkan oleh *Immanuel Kant* etika publik hanya dapat bertahan bila kewajiban moral dijalankan bukan karena tekanan eksternal, *melainkan karena kesadaran rasional dan nurani*. Sementara *Max Weber* menegaskan pentingnya *ethic of responsibility* dalam kepemimpinan: kekuasaan yang sah adalah kekuasaan yang tunduk pada tanggung jawab moral. 

Maka, Reformasi Polri harus bertransformasi menjadi restorasi nurani dari rasionalitas kekuasaan menuju rasionalitas moral.

Dalam kerangka ini, *figur Jenderal (Purn.) Hoegeng Imam Santoso* menjadi *arketipe moral* sekaligus simbol praksis dari kejujuran dan kesetiaan terhadap nilai publik.

 Ia bukan hanya sosok historis, melainkan paradigma etis yang menegaskan bahwa integritas adalah puncak profesionalisme. *Program “Menciptakan Hoegeng-Hoegeng Baru”* hadir bukan sebagai simbol seremonial, tetapi sebagai *proyek filosofis pembentukan karakter institusional dalam sebuah upaya untuk menanamkan ethos* moralitas publik dalam tubuh Polri secara sistemik dan berkelanjutan.

Ada beberapa fokus penting yg harus di cermati secara mendalam & menyeluruh, yakni ; 

I ) Tujuan Normatif dan Etis

1. Membangun fondasi *etika deontologis* dalam profesi kepolisian, di mana kejujuran, keberanian moral, dan pelayanan publik menjadi *nilai intrinsik, bukan instrumen utilitarian* semata.

2. *Mengintegrasikan dimensi moral-etis* dalam sistem pendidikan, karier, dan evaluasi kinerja, sesuai dengan gagasan *Alasdair MacIntyre* tentang *virtue ethics*  bahwa kebajikan harus dilatih, diwariskan, dan menjadi habitus kelembagaan.

3. Menumbuhkan kepemimpinan *transformatif di semua level*: pemimpin yang tidak hanya cakap administratif, tetapi menjadi teladan moral yang mampu menggerakkan etos kolektif kebaikan.

4. *Memulihkan legitimasi moral Polri* di mata rakyat melalui restorasi kepercayaan sosial; mengembalikan kepolisian sebagai institusi pelindung kebenaran, bukan instrumen kekuasaan.

II ) Komponen Program

1. Buatlah Akademi Integritas Hoegeng (Hoegeng Integrity Academy)

Akademi ini merupakan *laboratorium moral* di bawah Lemdiklat Polri, dirancang sebagai pusat internalisasi nilai-nilai etika publik, hak asasi manusia, dan psikologi moral. 

*Kurikulumnya berpijak pada dialektika antara teori dan praksis* antara nilai universal dan konteks sosial Indonesia.

Sejalan dengan pandangan *Hannah Arendt* bahwa banalitas kejahatan lahir dari ketiadaan refleksi moral, setiap peserta diwajibkan untuk menjalani moral *reflection module proses dialogis* yang membentuk kesadaran etis personal.

 *Sertifikasi integritas* menjadi prasyarat promosi ke jabatan strategis, sehingga *profesionalisme tidak lagi diukur semata dari kinerja administratif, melainkan kedewasaan moral*.

Akademi ini menjadi *“ruh restorasi moral Polri”* memastikan bahwa profesionalisme selalu disertai kemurnian hati nurani.

2. Sistem Reward & Recognition

Penghargaan tahunan “Hoegeng Award” diberikan kepada anggota Polri yang menampilkan keberanian etis, dedikasi pelayanan publik, dan keteladanan moral dalam menghadapi godaan penyimpangan.

Penilaian berbasis data obyekti serta rekam jejak aduan publik, indeks kepuasan masyarakat, serta indikator kepemimpinan moral yg menjadi bagian dari sistem *performance appraisal*

Sebagaimana ditegaskan oleh *Confucius, “The strength of a nation derives from the integrity of its people* ” 

Maka, penghargaan atas kejujuran bukanlah hadiah, melainkan pengakuan atas kekuatan moral negara.

Insentif karier, beasiswa lanjutan, dan penghargaan sosial dari negara diberikan sebagai simbol bahwa integritas adalah bentuk tertinggi dari prestasi profesional.

3. Sistem Punishment & Deterrence

*Etika tanpa konsekuensi* akan kehilangan maknanya.

 Oleh karena itu, diterapkan kebijakan *zero tolerance* hukuman langsung tanpa proses panjang yang seberat2 berat nya kepada anggota Polri dgn menurunkan 4 tingkat pangkat dan jabatan setelah itu di pecat tidak hormat  terhadap pelanggaran berat seperti pungli, suap, penyiksaan, atau manipulasi hukum, backing tambang illegal, backing Mafia Tanah , terlibat Narkoba apalagi yg menjadi Backing Bandar Narkoba dll dll 

*Skema naming and accountability* diberlakukan agar hasil *sidang etik besar diumumkan secara publik*, menciptakan efek jera dan membangun transparansi institusional.

Bagi pelanggaran ringan, dilakukan re-education berbasis refleksi moral—pendekatan yang menekankan penyadaran, bukan sekadar hukuman administratif namun tetap harus di sertai penurunan dua tingkat pangkat dan jabatan.

Sejalan dengan pemikiran *Aristoteles* bahwa *virtue is formed by habit and correction*, sistem ini berfungsi bukan untuk menghukum semata, melainkan mengembalikan kesadaran moral.

4. Mentorship dan Kepemimpinan Moral

Program mentorship dirancang agar setiap perwira senior yang memiliki reputasi integritas tinggi menjadi mentor Hoegeng bagi perwira muda di wilayah tertentu.

Hal ini *melahirkan pipeline of moral leadership*, di mana nilai-nilai kejujuran, keberanian, dan empati tidak berhenti di ruang pelatihan, tetapi hidup dalam praktik harian.

Sebagaimana ditegaskan oleh *MacIntyre*, kebajikan hanya dapat diwariskan melalui komunitas praksis. 

Maka, mentorship menjadi wadah perwujudan komunitas moral Polri serta solidaritas yang berakar pada nilai, bukan pada kompromi terhadap penyimpangan.

5. Evaluasi dan Pengawasan Publik

Dibentuk *Komite Pengawas Polri (civilian oversight yg beranggotakan semua nya sipil* yg punya dedikasi dan moral yg kuat utk membangun kepolisian yg sesuai dgn harapan rakyat "

dengan mandat menilai konsistensi pemberian penghargaan dan sanksi, agar tidak bersifat seremonial.

Indikator utama adalah rasio penghargaan terhadap pelanggaran etik serta peningkatan indeks kepercayaan publik.

Partisipasi publik menegaskan prinsip etika tanggung jawab sosial (social accountability), bahwa kejujuran hanya bermakna bila disaksikan dan dirasakan oleh rakyat yang dilayani.

III )  Integrasi dengan Reformasi Struktural

Program “Menciptakan Hoegeng-Hoegeng Baru” *diintegrasikan secara sistemik* dengan agenda reformasi kelembagaan dan transparansi data.

*Nilai integritas, Moral dan sejauh mana telah membantu rakyat pencari keadilan menjadi parameter utama dalam promosi dan rotasi jabatan*

*Kinerja moral-etis dipublikasikan melalui dashboard publik sebagai instrumen akuntabilitas moral*

Dibentuk Hoegeng Index sistem penilaian integritas berbasis data aduan masyarakat, kepuasan yg di rasakan masyarakat secara terbuka,  hasil audit, dan indikator sosial sebagai komponen wajib dalam evaluasi tahunan.

Model ini selaras dengan gagasan *Weberian ethos* tentang moral legitimacy: birokrasi yang rasional hanya akan bermakna bila disertai dengan kesadaran etis dalam setiap tindakan kekuasaan.

IV. Outcome dan Implikasi Filosofis

Dalam horizon waktu 3–5 tahun, program ini diharapkan melahirkan *kultur baru di tubuh Polri* di mana integritas bukan sekadar atribut moral, tetapi menjadi sumber prestise profesional.

Dampak yang diantisipasi meliputi:

Penurunan signifikan pelanggaran etik berat.

Peningkatan jumlah anggota penerima penghargaan integritas.

Pemulihan kepercayaan publik dan penguatan legitimasi moral Polri sebagai pelindung rakyat.

Tingkat kepuasan masyarakat yg semakin meninggi dgn data & fakta yg real serta terbuka ( transparansi ).

Dengan Terbentuknya generasi “Hoegeng-Hoegeng baru”: polisi dengan kesadaran eksistensial bahwa melayani rakyat adalah panggilan, bukan sekadar profesi maka inilah puncak keberhasilan Reformasi Polri yg di canangkan oleh Presiden Prabowo.

Dalam pandangan *Hannah Arendt* *kekuasaan yang kehilangan dasar moralnya akan membusuk dari dalam*. Karena itu, restorasi moral Polri bukan semata agenda reformasi kelembagaan, melainkan pembaruan etis bangsa dlm membangun suatu proses pembentukan kembali manusia Indonesia yang adil, arif, dan bertanggung jawab.

Keterkaitan dengan Peta Jalan Reformasi

Tahun 1–2: Pendirian Akademi Integritas Hoegeng dan peluncuran Hoegeng Award perdana.

Tahun 2–3: Integrasi nilai integritas dalam sistem promosi jabatan dan evaluasi independen atas sistem reward & punishment yg ketat serta transparan.

Tahun 3–5: Implementasi Hoegeng Index dan publikasi tahunan Laporan Etika Kepolisian Nasional sebagai ukuran kemajuan moral kelembagaan.

Di bagian terakhir ini saya  JP Laa Manroe / penulis) menggambarkan katakanlah sebagai catatan Akademis, sbb:

Pendekatan moral-etis berbasis figur teladan memiliki preseden kuat di berbagai negara: Police Values Program di Selandia Baru dan Ethics Leadership Scheme di Inggris menunjukkan bahwa rekonstruksi moral dapat menjadi jalan utama memulihkan legitimasi hukum.

Dengan adaptasi filosofis yang berpijak pada realitas sosial Indonesia, model “Hoegeng-Hoegeng Baru” dapat menjadi paradigma etika publik Indonesia modern: perpaduan antara moralitas *Kantian* (duty ethics), rasionalitas *Weberian* (responsibility ethics), dan kebajikan *Aristotelian* (virtue ethics).

Dengan demikian, program ini bukan hanya reformasi kelembagaan, melainkan restorasi nurani Bangsa  dlm sebuah upaya untuk menegakkan kembali keadilan yang hidup di dalam hati, bukan sekadar tertulis dalam hukum tapi realita yg " Real " utk rakyat memperoleh keadilan dengan mudah, tidak berbelit belit dan memperoleh hak hak nya yg selama ini bagikan khayalan tapi akhirnya jadi kenyataan

Dan dengan demikian Presiden Prabowo pun pasti bangga bahwa Program Reformasinya jadi kenyataan " Dreams do come true "

*My Presiden, Ayo ciptakan Hoegeng Hoegeng baru*.

God bless you all...

Penulis ; JP Laa Manroe ( JPLM )

Email resmi : yoelala@yahoom.com.

        

             ------0000-----

Minggu, 14 September 2025

My Presiden, Menko tidak di perlukan lagi dalam kabinet ramping yang Effesien., by JP Laa Manroe

 Surat terbuka ( yg kedua) kepada *Yth Presiden Republik Indonesia*

Dalam bentuk tulisan


*Penulis : JP Laa Manroe*

- Pengamat Kebijakan Nasional, Globalisme & Advokasi. 

- Seniman Budayawan peraih puluhan Award Internasional

Judul tulisan ; 

*My Presiden, Jabatan Menko tidak di perlukan lagi dalam kabinet ramping yang Effesien, hapus saja becouse it is devoid of utility*

* kajian kritis kepentingan Rakyat, Filosofi Politik, Empiris & komparasi Global. 

Tata kelola Pemerintahan yg kuat modern, effesien & sederhana namun berbobot & berwibawa maka mau tidak mau salah satu indikator nya adalah memandang dan menelaah Eksitensi jabatan Menteri Koordinator (Menko) di Indonesia yang selalu dipresentasikan sebagai seakan akan itu adalah solusi kelembagaan demi memastikan koordinasi lintas kementerian. 

Dengan Paradigma di jadikan linear terbentuk bahwa Menko berfungsi sebagai jembatan, pengendali kebijakan, dan penghubung politik agar kebijakan pemerintah berjalan harmonis.. Kemudian terkait hal tersbut, saya berpikir, apa benar seperti itu? 

Mari kita telaah lagi 

 secara mendalam apa benar seperti itu untuk mendapatkan *ad finem et sensum verum assequendum* dlm kerangka makna tujuan kebenaran dlm sinergi dlm kabinet yg effesien &  luwes. 

*For the purpose of examining this issue comprehensively in the context of public governance."* maka mari Kita telaah melalui teropong teori administrasi publik, studi perbandingan internasional, dan refleksi filosofis tentang esensi kekuasaan, jabatan Menko justru lebih tepat dipandang sebagai lapisan tambahan birokrasi yang tidak esensial, dan bisa saja menjadi *fortasse onus aerarii augere* , padahal Negara kita sedang tidak baik baik saja dlm ekonomi, Politik, Hukum dll sehingga seharusnya di lakukan *pengetatatan anggaran* dll dll... 

Terkait hal tersebut maka *saya sebagai anak Bangsa mencoba memberi masukan kepada Yth bapak Presiden* untuk 

  menghapus jabatan Menko dengan pendapat saya, al: 

Dalam perspektif teori Weberian tentang birokrasi Pemerintahan, *kejelasan hierarki dan otoritas adalah syarat mutlak bagi rasionalitas sistem pemerintahan*

 Di mana posisi Menko? 

Menko secara posisional kelembagaan birokrasi Pemerintah berada di antara Presiden dan menteri teknis, menciptakan ambiguitas otoritas.

 Ia bukan pemegang kekuasaan eksekutif penuh atas kementerian, tetapi juga bukan sekadar staf administratif. Ambiguitas ini menghasilkan potensi konflik kepentingan dan memperpanjang rantai komando.

Apakah hal tersebut mempengaruhi kebijakan Nasional yg strategis... 

saya penulis ( JP Laa Manroe) mencoba mengkaji nya : 

Dari *aspek Empirisnya* terlihat jelas ketika beberapa kebijakan strategis ekonomi, misalnya terkait investasi atau energi, justru tersendat karena adanya perbedaan pandangan antara menteri teknis dengan Menko.

 Melihat Hasil penelitian Lembaga Administrasi Negara (LAN, 2018) menunjukkan bahwa lebih dari 40% keterlambatan penyusunan kebijakan lintas sektor terjadi akibat koordinasi antarunit yang tidak sinkron, dan posisi Menko tidak serta-merta memperbaiki masalah itu.

Sehingga di perlukan *ideo necessaria est notio emendationis* krn jika tidak ada konsep perbaikan maka yang di rugikan secara umum adalah rakyat. 

Lebih jauh, jika kita menilik konsep New Public Management (NPM), efisiensi birokrasi menuntut struktur yang ramping, transparan, dan mudah dipertanggungjawabkan. Jabatan Menko, alih-alih menyederhanakan, justru memperbanyak layers of accountability. Ketika terjadi kegagalan kebijakan, publik kesulitan menagih pertanggungjawaban: apakah harus ditujukan kepada menteri teknis, kepada Menko, atau kepada Presiden? Ambiguitas inilah yang menciptakan apa yang disebut oleh Christopher Hood (1991) sebagai accountability trap.

Dari dimensi politik, jabatan Menko lebih sering berfungsi sebagai instrumen distribusi kekuasaan ketimbang kebutuhan koordinasi. Posisi Menko kerap dibagikan untuk menjaga keseimbangan koalisi partai atau di berikan kepada orang2 yg dekat dengan Parpol. 

Analisis yang dilakukan oleh Marcus Mietzner (2015) tentang politik patronase di Indonesia menunjukkan bahwa jabatan menteri, khususnya Menko, sering menjadi currency of coalition. 

Hal ini memperkuat pandangan David Easton bahwa sistem politik bekerja melalui input berupa tuntutan politik dan output berupa distribusi jabatan. Dengan kata lain, Menko bukanlah produk kebutuhan teknokratis, melainkan kebutuhan politis.

Terkait hal dimaksud maka “Itaque ego, scriptor JP Laa Manroe, comparationem linguae Latinae facere debeo.” dengan  praktik positif internasional. 

Inilah comparasi nya : 

*Amerika Serikat, sebagai presidensial murni, tidak memiliki jabatan Menko*. Koordinasi lintas kementerian dijalankan oleh Chief of Staff Gedung Putih yang bersifat administratif, bukan politik. 

*Inggris* mengandalkan Cabinet Office di bawah Perdana Menteri tanpa lapisan menteri koordinatif. 

*Jerman* mempercayakan fungsi koordinasi kepada Bundeskanzleramt, dan *Jepang* mengandalkan Chief Cabinet Secretary.

Sehingga fakta2 tsb mengerucut bahwa :

 Tidak ada satupun negara demokrasi mapan yang menambahkan posisi politik setingkat Menko untuk mengatur koordinasi. 

Fakta ini menunjukkan bahwa jabatan Menko adalah institutional anomaly khas Indonesia yang lebih bernuansa kompromi politik ketimbang inovasi tata kelola dan perbaikan management kabinet. 

Secara filosofis, persoalan Menko bisa dibaca melalui lensa Michel Foucault yang melihat kekuasaan sebagai jejaring relasi. Menko menciptakan distribusi kekuasaan yang justru memecah otoritas Presiden, sehingga efektivitas pengambilan keputusan berkurang.

Jika lihat pemikiran  Machiavelli dalam Il Principe maka ide positif nya adalah menekankan pentingnya konsolidasi kekuasaan agar penguasa dapat bertindak cepat dan efektif.

 Dalam tradisi lain, prinsip Occam’s Razor mengingatkan bahwa entitas kelembagaan tidak perlu ditambahkan jika tidak benar-benar diperlukan, apalagi di Indonesia yg sedang dlm kondisi tidak Baik baik saja terbukti telah terjadi nya demontrasi besar 2 an tgl 25 Agustus sdh awal September thn 2025 kemarin. 

Dari sudut pandang ini, Menko hanyalah beban tambahan yang memperumit eksekusi.

Kritik lain yang perlu diajukan adalah bahwa keberadaan Menko seringkali mengasingkan politik dari rakyat. Hannah Arendt dalam The Human Condition menegaskan bahwa politik sejatinya adalah ruang tindakan yang memungkinkan manusia bersama-sama membentuk dunia. 

Jika proses pengambilan keputusan publik tersandera oleh koordinasi panjang antarpejabat, maka politik kehilangan vitalitasnya sebagai ruang aksi kolektif. Dalam konteks inilah, penghapusan jabatan Menko dapat dipahami sebagai upaya mengembalikan politik ke wujud praksis: tindakan nyata, cepat, dan dapat dirasakan rakyat.

Meski demikian, kritik ini bukan tanpa sanggahan. Ada yang berpendapat bahwa skala Indonesia yang luas menuntut koordinasi ekstra, dan Menko adalah mekanisme untuk mencegah tumpang tindih kebijakan. Argumen ini sekilas masuk akal, namun sesungguhnya masalah terletak bukan pada kebutuhan akan Menko, melainkan pada lemahnya institutional design kementerian itu sendiri. 

Jika kementerian teknis didesain dengan fungsi yang jelas dan Presiden didukung staf ahli profesional, koordinasi dapat berlangsung tanpa harus menambah lapisan baru.

Secara empiris, contoh paling jelas terlihat pada krisis pandemi COVID-19. 

Keputusan penanganan kerap berlarut akibat silang pendapat antara kementerian kesehatan, perdagangan, dan Menko terkait.

 Laporan LIPI (2021) menyimpulkan bahwa koordinasi berlapis ini menimbulkan inefisiensi signifikan, bahkan memperlambat distribusi bantuan sosial. 

Dalam situasi darurat, setiap detik sangat menentukan, dan jabatan Menko terbukti tidak mampu mempercepat proses.

Sekarang kita lihat Konflik Empiris antara Menko dan Menteri Teknis

1. Kasus Impor Beras (2018): Menko Perekonomian Darmin Nasution mendukung rencana impor untuk menjaga stabilitas harga. 

Namun, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menolak keras dengan alasan swasembada. Akibatnya, kebijakan berjalan lambat dan menimbulkan kebingungan publik.

.2 Kasus Energi dan Pertambangan (2017–2020): Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menko Maritim beberapa kali bersilang pendapat dengan Menteri ESDM mengenai kontrak Freeport dan kebijakan energi nasional. 

Hal ini menunjukkan Menko tidak selalu menjadi “penyatu,” tetapi justru arena tarik menarik kepentingan.

.3. Kasus Rencana Penundaan Pemilu (2022): Menko Maritim kembali muncul sebagai figur politik dominan, padahal isu ini lebih relevan dibahas pada ranah Menteri Dalam Negeri atau KPU.

 Ini menunjukkan adanya pelebaran kewenangan yang ambigu.

Konflik-konflik ini memperlihatkan Menko bukan sekadar pelancar koordinasi, tetapi kadang menjadi aktor dominan yang menggeser fungsi menteri teknis.

Dari keseluruhan analisis, dapat disimpulkan bahwa jabatan Menko merupakan warisan politik yang tidak lagi relevan dengan tuntutan pemerintahan modern. Ia lebih merupakan simbol patronase politik ketimbang alat koordinasi efektif. Menghapus jabatan ini bukan berarti meniadakan koordinasi, melainkan menata ulang fungsi koordinasi agar lebih sederhana, transparan, *dan langsung di bawah kendali Presiden*.

Dari hal2 yg telah saya jabarkan tersebut di atas maka bisa kita lihat berdasarkan analisis empiris, teoretis, dan filosofis, jabatan Menko:

1. Lebih sering menjadi instrumen politik tumpang tindih) ketimbang penggerak koordinasi.

2. Menimbulkan konflik kewenangan dengan menteri teknis.

3. Memperpanjang rantai birokrasi dan memperlambat keputusan.

4. Tidak lazim dalam sistem pemerintahan negara demokratis lain & negara yg terkonsep modern. 

Sehinga menurut analisis saya bahwa  Penghapusan jabatan Menko paling tidak akan memberikan empat keuntungan utama:

 *Pertama*, Pastinya mempersingkat rantai birokrasi; 

Faktor ini, Rakyat akan merasakan hasil kebijakan lebih cepat, misalnya dalam distribusi bantuan, pembangunan infrastruktur, atau layanan publik.

Tidak ada lagi proses berbelit yang sering membuat kebijakan tertunda. 

Mempersingkat birokrasi  ini harus di lakukan dgn transparansi sehinga masyarakat mudah memahami siapa yang bertanggung jawab atas kebijakan tertentu, misalnya: masalah pangan langsung ditangani Menteri Pertanian, tidak perlu “muter” ke Menko Perekonomian dulu.

Kemudian dgn ada nya transparansi yg tersistematis maka hal ini membantu publik lebih mudah mengawasi jalannya pemerintahan.

*kedua* memperjelas akuntabilitas; 

Pertanggung jawaban atas fungsi jabatan. 

Kabinet lebih sederhana, Effesian & fokus pada kerja. 

Dengan terhapus nya Menko maka dlm menjalankan Jabatannya Menteri Teknis lebih mudah di mintai pertanggung jawabannya di mana masyarakat tidak bingung lagi siapa yang harus dimintai tanggung jawab.

Kemudian jika timbul masalah, jelas hanya Presiden bisa langsung menegor keras & tegas kepada Menteri teknis.

Sehingga tidak ada lagi alasan saling lempar tanggung jawab antara Menko dan menteri teknis yang membuat rakyat semakin tdk percaya pd Pemerintah. 

*Ketiga*, mengurangi ruang politik ketergantungan  pada Parpol sehinga terkesan Presiden seperti tak berdaya di hadapan Parpol karena Posisi Menko bisa saja dijadikan kursi politik untuk membagi kekuasaan.

Dengan menghapus jabatan ini, biaya politik (misalnya kompromi, negosiasi jatah) bisa berkurang.

Anggaran negara yang biasanya terserap ke struktur Menko (staff, fasilitas, protokoler) bisa dialihkan untuk program rakyat: pendidikan, kesehatan, subsidi.

Dalam Pemerintahan dgn tata kelola maka 

Menghapus Menko bisa mempersempit ruang bagi pembagian kekuasaan yang tidak berorientasi pada kepentingan rakyat.

*Ke empat* Dalam jangka panjang, langkah ini akan memperkuat institusi kepresidenan  sekaligus meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintah.

*Kelima* keberanian Presiden menghapus Menko adalah membuat Wibawa Presiden yg kuat & murni utk membuat sebuah leap of reform yang akan membawa Indonesia lebih dekat pada cita-cita birokrasi rasional, efisien, dan demokratis.

Salam hormat🙏🏻

God Bless You All

From JP Laa Manroe

JPLM official management staff ; yoelala@yahoo.com

-------00000--

Selasa, 02 September 2025

JP Laa Manroe: Presiden Prabowo Jangan Mundur, Justru Harus lalui jalan terjal dan berliku utk lakukan Reformasi & Restorasi*

 *Surat terbuka utk Yth, Presiden Prabowo*, dalam bentuk tulisan:


*Presiden Prabowo Jangan Mundur, Justru Harus lalui jalan terjal dan berliku utk lakukan Reformasi & Restorasi*


Sebuah Refleksi Filsafat Sosial Politik, ekonomi, Kebijakan Nasional dan Kajian Krisis. 

Di tulis oleh : *JP Laa Manroe*

- Pengamat kebijakan Nasional, Advokasi & Komunikasi

- Seniman Budayawan Peraih puluhan Award Internasional termasuk peraih Award tertera *Nobel World Artis Contest*

*I. Pendahuluan: Krisis, Demonstrasi, dan Jalan Sunyi Kekuasaan*

Gelombang demonstrasi yang merebak di berbagai kota Indonesia dalam beberapa hari terakhir ini menandakan sesuatu yang lebih dari sekadar gejolak sosial. 

Hal itu adalah bahasa rakyat yang lahir dari luka panjang  (*Lingua populi nata ex vulneribus longis*) 

ketidakadilan ekonomi, ketimpangan sosial, dan ketidakpercayaan terhadap elite politik.

Dan saat ini Kita sedang memperjuangkan &  berjuang keluar dari 

*“Iniustitia oeconomica, inaequalitas socialis, et diffidentia in principibus politicis.”*

 Lebih jauh lagi, kecurigaan rakyat atas cengkeraman oligarki dalam negeri, mafia internasional yang di analisis menguasai sektor-sektor vital yakni pangan, energi, hingga tambang, sehingga memperkuat anggapan dalam pikiran rakyat bahwa kedaulatan bangsa sedang terancam.

Di seluruh dunia, Korupsi menyebabkan kemiskinan terstruktur, kehancuran ekonomi, hutang negara menggunung, kebijakan ugal ugalan tidak pro rakyat, ambruk nya keadilan dan rontoknya law enforcement, pajak menjulang, sulitnya cari kerja, hilangnya moral bangsa dan menguapnya etika sosial politik dll dll 

*Apakah bangsa Indonesia sudah mengalami hal tersebut?*

Jawaban Analisa kritis nya adalah *Proses kesana terlihat sedang berjalan ( InProses)* buktinya Mahasiswa, aktivis, para buruh dan rakyat sudah turun ke jalan demontrasi besar2 an beberapa hari di beberapa wilayah Indonesia mulai tanggal 25 Agustus kemarin. 

Hanya saja jangan sampai Demonstrasi tersebut di tunggani oleh pihak2 pengacau yg memanfaat kan hal tersebut.

Memang situasi yang terlihat sekarang dan juga korupsi gila gilaan saat ini bukan semata mata akibat Pemerintahan Prabowo tapi secara data akademis hal tersebut adalah akumulasi peninggalan jejak jejak Pemerintahan sebelumnya, 

Namun Prabowo, jajarannya, para Menteri kabinet di harapkan jangan memperparah kondisi dengan kebijakan kebijakan yang tidak Pro Rakyat yang membuat rakyat kecewa berat sehingga bergerak serentak. 

*Ingat : Suara Rakyat Suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei)*


Di tengah situasi ini, muncul wacana: *“Prabowo harus mundur.”*

Tetapi dari perspektif filsafat politik dan analisis kebijakan, *mundur bukanlah solusi, melainkan jalan pintas yang berbahaya* kemudian di ambil alih oleh siapapun yang mengincar jabatan kekuasaan itu. 

Sejarah justru menuntut Prabowo untuk *melakukan transformasi besar besaran, bukan sekadar bertahan*

*II. Kerangka Teori: Filsafat Keadilan dan Negara*

1. Bicara Negara dan keadilan maka kita bisa merefer gagasan *Plato* yaitu Keadilan sebagai Harmoni.

Negara adil adalah negara yang setiap elemennya menempati fungsi kodratinya. Disharmoni terjadi ketika elite menyalahgunakan kekuasaan dan rakyat kehilangan hak dasar.

2. Sedangkan dalam perjalan waktu maka banyak terjadi gesekan & ketimpangan yang menyebabkan ketidakadilan sehingga benar teori *Rousseau* tentang Ketimpangan dan Kontrak Sosial.

Ketidakadilan muncul ketika “beberapa orang berkata, ini tanahku, lalu orang lain mempercayainya.” Mafia dan oligarki adalah manifestasi modern dari pengkhianatan kontrak sosial.

3. Lalu masuk logika bagaimana keadilan kalau hanya menguntungkan sekelompok elite sedangkan rakyat masih hidup sulit dan prihatin seperti yang di nyatakan *Rawls* yaitu seharusnya Keadilan sebagai Fairness.

*Ketidaksetaraan hanya dapat dibenarkan bila menguntungkan mereka yang paling miskin*. Maka, pembangunan harus berpihak pada kaum lemah, bukan sekadar memanjakan investor besar.

4. Lebih lanjut lagi secara Visioner kondisi bangsa ini sudah di prediksi oleh *Bung Karno* (Kedaulatan sebagai Inti Bangsa)

“Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah, perjuanganmu lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri.” 

Oligarki domestik hari ini adalah wajah baru mirip penjajahan.

5. Sehingga benarlah pernyataan Gus Dur yang selalu menyatakan *Pluralitas dan Kemanusiaan*

“Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum.” Politik yang berkeadilan harus memanusiakan rakyat, bukan memperalat hukum untuk oligarki.

*III. Metodologi Analisis*

Tulisan saya ini dari Metodologi yang  menggunakan pendekatan filsafat politik kritis dengan tiga instrumen analisis:

1. Hermeneutika Filsafat  menafsirkan ulang gagasan klasik (Plato, Rousseau, Rawls, hingga Soekarno dan Gus Dur) dalam konteks krisis Indonesia kontemporer.

2. Analisis Struktural , melihat relasi antara oligarki, mafia internasional, dan negara.

3. Pendekatan Historis-Kritis menilai posisi Prabowo dalam mata rantai sejarah kepemimpinan Indonesia: apakah ia sekadar transisi ataukah pembaharu.

*IV. Studi Kasus: Demonstrasi dan Ketimpangan Sosial*

1. Ketimpangan Ekonomi

*Dulu Prof Dr Soemitro Begawan Ekonomi yg jujur dan sederhana di masa orde baru dengan berani dan penuh resiko  mengungkapkan Dana APBN bocor 30 %,*, sehingga timbul istilah ada nya Dana Siluman

Kondisi Saat ini : 

Data BPS dan laporan Bank Dunia menunjukkan jurang kaya-miskin makin melebar. 1% orang terkaya menguasai lebih dari 40% kekayaan nasional. 

Rakyat kecil kesulitan mengakses lapangan kerja dan layanan dasar.

2. Sangat tinggi nya Gaji take home pay para pejabat negara termasuk gaji DPR, Komisaris & Direksi serta tantiemnya 

3. Mafia Pangan dan Energi

Kasus mafia beras, BBM, dan batu bara berulang kali mencuat, menandakan lemahnya kedaulatan negara. Situasi ini sesuai dengan tesis *Tan Malaka* dalam Madilog: bangsa yang tak mandiri ekonominya akan terus terjajah.

4. Penyebab utama : Korupsi gila gilaan Triyun trilyun

Korupsi di Indonesia bukan sekadar tindak kriminal atau penyimpangan individu, melainkan sebuah penyakit sosial yang merasuki sendi-sendi institusi negara, merongrong legitimasi demokrasi, dan memperlebar jurang ketidakadilan struktural. Dari perspektif teori keadilan *Rawls*, korupsi menciptakan masyarakat yang gagal melindungi kepentingan kelompok paling rentan. Prinsip difference principle yang seharusnya menjamin bahwa setiap ketimpangan hanya sah sejauh memberi manfaat bagi kelompok paling lemah justru dibalikkan logikanya: korupsi memperkaya segelintir elit dan menjerumuskan jutaan rakyat ke dalam kemiskinan sistemik.

Bila dilihat melalui kacamata *Habermas*, *korupsi membunuh ruang publik deliberatif*. Dialog yang seharusnya didasarkan pada rasionalitas komunikatif digantikan oleh transaksi kuasa, lobi gelap, dan kooptasi politik uang. 

Demokrasi kehilangan substansinya karena suara rakyat tidak lagi terpantul dalam kebijakan, melainkan ditenggelamkan oleh kepentingan tertentu. 

Sementara itu, melalui kerangka *Foucault*, kita dapat membaca *korupsi sebagai teknologi kuasa yang mereproduksi* dirinya dalam jaringan birokrasi, hukum, dan ekonomi. 

Korupsi bukan sekadar pelanggaran aturan, melainkan sebuah regime of truth yang menormalisasi penyalahgunaan wewenang sehingga generasi baru tumbuh dalam atmosfer permisif terhadap praktik kotor.

Secara empiris, dampak korupsi telah nyata: rasio gini stagnan di kisaran 0,38–0,40, menandakan ketimpangan kronis; tingkat kemiskinan nasional berkisar 9–10%, tetapi kemiskinan multidimensi jauh lebih luas, menyentuh aspek pendidikan, kesehatan, dan akses terhadap pekerjaan layak; rasio pajak stagnan pada 9–10% dari PDB, jauh tertinggal dari standar negara berkembang (15–20%); sementara *utang negara menembus lebih dari Rp 8.000 triliun*, sebagian besar dialokasikan untuk pembayaran bunga, alih-alih pembangunan produktif. 

Ironisnya, di indikasikan setiap rupiah terus menerus hilang akibat korupsi  *menurut KPK* jumlahnya triliunan per tahun sehingga mencerminkan sekolah yang tidak terbangun maksimal demikian juga rumah sakit gratis atau murah yang tidak berdiri, dan generasi yang kehilangan kesempatan hidup lebih baik.

Secara normatif, kondisi ini menegaskan bahwa korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga pengkhianatan terhadap kontrak sosial bangsa. *Konstitusi Indonesia (UUD 1945)* menegaskan tujuan bernegara adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian, *setiap pejabat korup sejatinya bukan sekadar pencuri uang rakyat, melainkan pengkhianat cita-cita kemerdekaan*.

5. Demonstrasi sebagai Ruang Publik

Gerakan mahasiswa, buruh, dan rakyat kecil adalah refleksi nyata dari “ruang publik” ala *Habermas*. Mereka menyampaikan aspirasi bukan lewat parlemen, tetapi lewat jalanan, karena ruang formal politik dianggap macet oleh oligarki.

6. Krisis Legitimasi

Di tengah tekanan sosial ini, muncul tuntutan agar presiden mundur. Namun, pengalaman sejarah (*misalnya pengunduran diri Soeharto 1998*) menunjukkan bahwa mundurnya seorang presiden tanpa perubahan struktural hanya menciptakan kekosongan dan instabilitas baru dan di manfaatkan oleh lawan lawan politik nya yang belum tentu bisa membangun  bangsa yang lebih baik bahkan jika salah langkah malah mungkin sebaliknya negara menjadi lebih buruk. 

*V. Rekomendasi Kebijakan: Agenda Perubahan Mendesak*

1. Menegakkan Kedaulatan Ekonomi

Reformasi total sektor pangan, energi, dan tambang.

Membangun food estate berbasis koperasi rakyat, bukan konglomerasi.

Menahan denga keras arus ketergantungan pada  mafia impor.

2. Redistribusi Sosial dan Ekonomi

Subsidi produktif untuk UMKM.

Program pemerataan digital dan pendidikan vokasi.

Land reform modern berbasis keadilan sosial.

3. Reformasi Hukum dan Pemberantasan Mafia

Penegakan hukum tanpa pandang bulu.

Audit transparan pada kebijakan strategis.

Reformasi peradilan agar bebas dari intervensi oligarki.

4. Dialog Nasional dengan Rakyat

Membuka ruang dialog terbuka dengan demonstran.

*Membentuk National Crisis Council yang melibatkan akademisi, pengamat pengamat kritis, tokoh masyarakat, dan organisasi rakyat*.

Menghidupkan kembali roh musyawarah Pancasila.

5. Nation and Character Building

Menjadikan pendidikan karakter sebagai prioritas.

*Menghidupkan kembali ideologi Pancasila sebagai fondasi moral politik*

Memimpin dengan keteladanan, bukan sekadar instruksi.

6. Presiden segeralah *keluarkan Perpu hukuman mati ( atau hukuman seumur hidup) utk koruptor dan rampas asset nya serta miskinkan koruptor* 

*VI. Kesimpulan: Jalan Eksistensial Seorang Presiden*

Di akhir tulisan ini saya menyimpulkan 

Mundur adalah pelarian, bukan jawaban. 

Mundur berarti memberi kesempatan oligarki mengisi kekosongan utk menguasai bangsa. 

Tetapi memilih perubahan drastis utk Bangsa & Negara berarti *memasuki jalan sunyi revolusioner kepemimpinan yang sesungguhnya dan mempesona*

*Nietzsche* mengingatkan: “Orang besar adalah ia yang berani berkata ya kepada penderitaan.” 

Saat ini Sejarah sedang menuntut Presiden Prabowo berkata ya pada penderitaan rakyatlah yang akan menjadikannya bahan bakar utama perubahan besar besaran struktural, kultural & Fungsional. 

Jend Prabowo bisa memilih untuk dikenang sebagai presiden transisi yang gagal jika mundur, atau sebagai negarawan besar yang melawan arus status quo. 

*Jalan itu kini terbuka walau jalan yang terjal dan berliku* tetapi hanya di sanalah sejarah akan menuliskan namanya, Presiden pasti sangat mampu lewati jalan terjal dan berliku karena harapan rakyat ada di pundak Presiden untuk melakukan Reformasi dan Restorasi bangsa. 

Jika jalan itu berhasil di lalui atau katakanlah *in-progress* menuju finalisasi maka saya yakin jangankan 100 %  bahkan 1000  persen rakyat mendukung dengan tetesan air mata bangga dan semangat membara dengan satu kalimat 

*We*, *the Indonesian people, are always on your side, our President forever*

God Bless you Forever

From JP Laa Manroe ( *Pemikir Pejuang Pejuang Pemikir*) 

JPLM official management staff: yoelala@yahoo.com

-----------0000----

Kamis, 28 Agustus 2025

JP Laa Manroe: DPR Sulit Dibubarkan: Lebih baik tuntut turunkan gaji Take home pay DPR secara Drastis


 *DPR Sulit Dibubarkan: Lebih baik tuntut turunkan gaji Take home pay DPR secara Drastis*

By JP Laa Manroe  (

- Pengamat Kebijakan Nasional, Advokasi & Komunikasi .

- Telah mengharumkan bangsa dengan memperoleh puluhan Award Internasional. 

Seperti kita lihat dalam ruang politik Indonesia, wacana pembubaran DPR RI sesekali muncul, terutama ketika publik dikecewakan oleh perilaku wakil rakyat. Namun secara konstitusional, wacana itu sulit di lakukan dari aspek hukum tata negara namun Demonstrasi besar2 an memang di perlukan ketika suara rakyat tidak di dengar lagi dan demonstrasi juga sah sebagai bagian dari Demokrasi.

Secara teori DPR  bukan sekadar institusi politik biasa, tetapi salah satu pilar fundamental dalam arsitektur negara, yang keberadaannya dijamin langsung oleh UUD 1945.

DPR RI dalam khasanah Perspektif Tata Negara

Dalam Konstitusi  DPR sebagai lembaga legislatif yang memiliki tiga fungsi utama: *legislasi (pembentuk undang-undang)*, "*anggaran* dan *pengawasan*. 

Pasal 19 UUD 1945 menegaskan bahwa DPR terbentuk dari hasil pemilu, dan pasal-pasal berikutnya memberi DPR kedudukan yang kokoh sebagai representasi rakyat.

Dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia, tidak ada mekanisme bagi Presiden untuk membubarkan DPR. Hal ini berbeda dengan sistem parlementer di Eropa, di mana Perdana Menteri dapat meminta Raja atau Presiden untuk membubarkan parlemen jika terjadi kebuntuan politik. 

Di Indonesia, Presiden dan DPR sama-sama memperoleh legitimasi langsung dari rakyat melalui pemilu. 

Dengan demikian, keduanya berdiri sejajar, tidak ada yang lebih tinggi.

Bahkan, secara hukum tata negara, *satu-satunya cara menghapus DPR adalah melalui amandemen UUD 1945. Namun, ironinya, *proses  amandemen itu harus dilakukan melalui MPR*, *yang anggotanya sebagian besar adalah anggota DPR itu sendiri. Dengan kata lain, membubarkan DPR berarti meminta mereka untuk membubarkan diri. Dan itu jelas mustahil* karena setiap lembaga kekuasaan cenderung mempertahankan eksistensinya.  

Mari kita lihat beberapa Faktor yg menyebabkan mengapa DPR sangat sulit di bubarkan :

1. Konstitusi UUD 1945 Menjamin Keberadaan DPR

DPR adalah lembaga negara yang disebut langsung dalam UUD 1945.

Pasal 19 UUD 1945: “Dewan Perwakilan Rakyat terdiri atas anggota partai politik peserta pemilihan umum yang dipilih melalui pemilihan umum.”

Artinya, selama UUD 1945 berlaku, DPR tidak bisa dihapus begitu saja tanpa mengubah konstitusi secara keseluruhan.

2. DPR Adalah Bagian dari Sistem Presidensial

Indonesia menganut sistem presidensial, di mana ada pemisahan kekuasaan:

Eksekutif: Presiden, Legislatif: DPR & Yudikatif: Mahkamah Agung & MK.

Kalau DPR dibubarkan, maka otomatis sistem presidensial ambruk, karena tidak ada lagi lembaga legislatif yang membuat UU dan mengawasi pemerintah.

3. Presiden Tidak Punya Wewenang Membubarkan DPR

Berbeda dengan sistem parlementer (misalnya Inggris atau Belanda), di mana Perdana Menteri bisa mengusulkan pembubaran parlemen, dalam sistem presidensial Presiden tidak bisa membubarkan DPR.

Presiden dan DPR sama-sama hasil pemilu, sehingga keduanya memiliki legitimasi langsung dari rakyat.

4. Mekanisme Amandemen Konstitusi Sangat Sulit

Untuk menghapus DPR, UUD 1945 harus diamandemen melalui MPR.

Amandemen membutuhkan persetujuan 2/3 anggota MPR.

Karena anggota DPR juga duduk di MPR, maka mereka pasti menolak membubarkan dirinya sendiri.

5. Secara Politik, Hampir Mustahil

DPR adalah “rumah” bagi partai politik.

Semua partai politik punya kepentingan besar mempertahankan DPR karena di sanalah mereka punya kuasa dan akses pada anggaran negara.

Maka, secara politik, tidak ada kekuatan partai yang rela menghapus DPR.

Sehingga sekali bisa di katakan Membubarkan DPR RI tidak mungkin dilakukan dalam sistem hukum dan politik Indonesia saat ini, *kecuali Indonesia benar-benar melakukan revolusi total dengan mengganti konstitusi.*

Itulah sebabnya jauh lebih realistis dan strategis bila mahasiswa serta rakyat menuntut pemangkasan gaji, tunjangan, dan fasilitas DPR, dibandingkan bermimpi membubarkannya.  

 Bayangkan, *gaji take home pay seorang anggota DPR yang konon bisa mencapai angka fantastis hingga *lebih 4,2 milyar rupiah per tahun* jika dihitung dengan segala tunjangan, fasilitas, dan dana aspirasi dll maka sungguh tidak masuk akal bagi sebuah negeri yang masih berjuang melawan kemiskinan struktural. 

Apalagi di tengah *fakta bahwa jutaan rakyat kecil harus bertahan hidup dengan penghasilan di bawah UMR, sulit nya cari pekerjaan, harga harga mahal, pajak tinggi, hutang negara yg sangat tinggi, sulitnya rakyat me ndapatkan keadilan sejati* jika berhadapan dgn yg terkait aparat bidang hukum dll dll 

Kekuasaan, Mandat, dan Paradoks Representasi

Di sini kita masuk ke ranah filsafat politik. Rousseau dalam Du Contrat Social berbicara tentang kontrak sosial: kedaulatan sejati ada di tangan rakyat, namun demi keteraturan, rakyat menyerahkan mandat itu kepada wakil-wakilnya. Dalam teori, DPR adalah “suara rakyat”. Dalam praktik, DPR sering kali menjadi “suara partai” atau bahkan “suara kepentingan pribadi”. Terjadi jurang antara rakyat sebagai pemilik kedaulatan dan DPR sebagai pemegang mandat.

Lord Acton pernah berkata: “Power tends to corrupt, and absolute power corrupts absolutely.” Kekuasaan DPR bukanlah absolut, namun privilese ekonomi dan politik yang melekat padanya sering melahirkan penyalahgunaan wewenang. 

Di titik inilah rakyat frustrasi dan menyerukan pembubaran. Tetapi filsafat kekuasaan mengajarkan, kekuasaan jarang bisa dihapus, ia hanya bisa ditransformasikan.

Mengikis Privilese, Menjinakkan Kekuasaan

Plato pernah membayangkan pemimpin ideal sebagai philosopher-king, sosok yang memimpin bukan karena harta atau kedudukan, melainkan karena cinta pada kebenaran.

 Ideal ini seolah jauh dari realitas DPR yang dikenal dengan gaji, tunjangan, dan fasilitas serba mewah.

Namun di sinilah titik terang: jika DPR tidak bisa dibubarkan, maka cara paling realistis adalah mencabut privilese mereka. Potong gaji hingga batas wajar misalnya Rp 40 juta per bulan atau total Rp 480 juta,- / tahun tanpa fasilitas mewah tanpa ada nya tambahan dana aspirasi, dana Reses/kunker dan tanpa tunjangan tunjangan lainnya dan itupun Rp 40 juta, - / bulan *"All In"* masih jauh di atas gaji guru, buruh, atau petani, tetapi cukup untuk mengingatkan bahwa DPR bukanlah karier elitis, melainkan panggilan pengabdian.

Mahasiswa, Buruh & rakyat secara Demokratis bisa saja melakukan Demontrasi utk menuntut agar gaji take home pay DPR di turunkan drastis dgn pertimbangan, :

Mengapa Gaji DPR Harus Diturunkan Drastis?

1. Hutang Negara Menggunung

Utang luar negeri Indonesia terus naik hingga ribuan triliun rupiah, dengan beban bunga yang harus dibayar setiap tahun.

Di tengah kondisi ini, membiarkan DPR menerima gaji dan tunjangan miliaran rupiah adalah bentuk ironi. Bagaimana mungkin rakyat harus menanggung beban pajak untuk membayar utang, sementara wakil rakyat justru hidup mewah?

2. Rakyat Masih Sulit Hidup

Data BPS menunjukkan masih banyak rakyat hidup di bawah garis kemiskinan.

Akses pendidikan, kesehatan, dan perumahan layak masih terbatas.

Ketika rakyat antre beras murah dan listrik subsidi, DPR justru menikmati fasilitas mobil dinas, rumah dinas, tiket gratis, dan tunjangan besar. Ini menciptakan jurang ketidakadilan sosial.

3. Lapangan Kerja yang Sulit

Pengangguran masih tinggi, terutama di kalangan muda. Banyak sarjana tidak terserap lapangan kerja.

Wajar bila muncul pertanyaan: mengapa DPR yang tidak menghasilkan lapangan kerja langsung justru diganjar gaji luar biasa besar? Bukankah fungsi mereka adalah melayani rakyat, bukan menjadi beban rakyat?

4. Pajak yang Melambung

Rakyat semakin ditekan dengan pajak baru, kenaikan tarif, dan potensi pungutan lain.

Tetapi sementara rakyat bayar pajak, DPR justru menggunakan pajak itu untuk membiayai gaya hidup mereka. 

Hal ini menimbulkan krisis legitimasi moral: rakyat bekerja keras, DPR menikmati hasilnya.

5. Harga Kebutuhan Pokok Naik

Harga beras, minyak goreng, listrik, BBM, dan transportasi terus merangkak naik.

Ketika rakyat harus mengencangkan ikat pinggang, DPR tetap aman dengan berbagai fasilitas, tunjangan dan kompensasi. 

Di sini terlihat jelas adanya ketidakpekaan elit terhadap realitas rakyat.

6. Kinerja DPR yang Sering Dipertanyakan

Jika kita telusuri dan kita amati maka banyak undang-undang disusun tapi di pertanyaan oleh rakyat, bahkan menimbulkan kontroversi.

Ada pula yang Tingkat kehadiran dalam sidang sering rendah.

Belum lagi anggota DPR yang di tangkap KPK . Apakah kinerja semacam ini pantas diganjar gaji miliaran per tahun ?? Jelas tidak.

7. Etika Pengabdian yang Hilang

Sejatinya, menjadi anggota DPR adalah amanah, bukan profesi untuk mencari kekayaan.

Dengan gaji fantastis, motivasi orang masuk DPR bisa saja ada motivasi lain yang kearah karena uang & kekuasaan sehingga kadang lupa dengan apa arti nya pengabdian sejati pada rakyat. 

Menurunkan gaji hingga Rp40 juta take home pay / bulan atau *Rp 480 jt,- / tahun* dari yang semula *Rp 4,2 Milyar / tahun* adalah wajar  dan di cabutnya  fasilitas & tunjangan yaitu  tunjangan rumah, mobil, dana aspirasi, dana Reses/ kunker dll akan menyaring siapa yang benar-benar mau bekerja untuk rakyat.

8. Efisiensi Anggaran Negara

Anggaran negara terbatas. Fasilitas DPR yang boros sebaiknya dialihkan untuk:

subsidi pendidikan,

beasiswa anak miskin,

pelayanan kesehatan,

pembangunan desa,

dan program penciptaan lapangan kerja.

Dengan begitu, uang rakyat kembali ke rakyat, bukan ke elit.

9. Moralitas Politik

Negara yang sehat adalah negara di mana pemimpin rela hidup sederhana.

Banyak tokoh dunia memberi teladan kesederhanaan: Nelson Mandela menolak hidup mewah, José Mujica (mantan Presiden Uruguay) menyumbangkan 90% gajinya untuk rakyat.

Sehingga Ketika kursi DPR tidak lagi dihiasi fasilitas miliaran rupiah, maka hanya mereka yang benar-benar berniat melayani rakyat yang akan bertahan. Inilah yang disebut para filsuf politik sebagai delegitimasi simbolik: rakyat mengikis aura kekuasaan, memaksa penguasa kembali pada esensi aslinya melayani, bukan menikmati.

Rakyat sebagai Pemilik Kedaulatan

Kita perlu kembali pada gagasan besar demokrasi: vox populi, vox Dei suara rakyat adalah suara Tuhan. DPR ada karena rakyat, bukan sebaliknya. Membubarkan DPR memang tidak mungkin secara konstitusional, tetapi mereduksi privilese DPR adalah bentuk lain dari rakyat menegaskan kedaulatannya.

Michel Foucault pernah menulis bahwa kekuasaan tidak hanya ditegakkan dari atas, tetapi juga bisa dilawan dari bawah melalui resistensi. 

Jika mahasiswa dan rakyat menuntut pemangkasan gaji DPR, itu adalah bentuk resistensi yang nyata. Resistensi yang tidak membongkar bangunan konstitusi, tetapi tetap mampu mengguncang kenyamanan kekuasaan.

Dari hal2 yang sdh saya jabarkan di atas maka Membubarkan DPR adalah jalan buntu hukum tata negara. Tetapi memaksa DPR hidup sederhana adalah jalan pembebasan. Dengan begitu, kursi parlemen bukan lagi magnet bagi mereka yang hanya haus uang, tetapi medan pengabdian bagi mereka yang tulus.

DPR tidak bisa dibubarkan, tapi DPR bisa di jinakkan bukan dengan amarah kosong, melainkan dengan tuntutan konkret: potong gaji, cabut segala fasilitas termasuk hilangkan dana aspirasi,  dana Reses / dana kunker daerah / perjalanan dinas  dan hilangkan segala fasilitas & segala tunjangan , kembalikan DPR kepada rakyat.

Dengan bahasa lain saya ( penulis) ingin sampaikan bahwa 

di balik “kemustahilan” membubarkan DPR itu, bukan berarti rakyat, terutama mahasiswa, buruh, rakyat sebagai kekuatan moral bangsa, tidak bisa menyuarakan perlawanan terhadap praktik boros, elitis, dan lupa kepentingan rakyat yang hidupnya sangat susah  yang di perlihatkan oleh  DPR belakangan ini.

Justru ada jalur lain yang lebih masuk akal, lebih membumi, dan langsung menyentuh akar masalah:  yakni  Demontrasi turunkan gaji take home pay secara drastis serta hilangkan fasilitas mewah, hilangkan tunjangan, hilangkan dana aspirasi, tunjangan studi banding,  dana reses/  kunker anggota DPR.

Sehingga  Sebaiknya tuntutan yang lebih rasional dan revolusioner adalah: turunkan gaji dan fasilitas DPR RI secara drastis. Cukup total Rp40 juta per bulan take home pay ( All in) atau Rp 480 jt,- / tahun tanpa fasilitas apapun termasuk tanpa dana aspirasi, dana Reses/ Kunker dll  dan mereka di berikan ruang kerja sederhana. 

*Namun angka Rp 480 jt,- / tahun pun tetap jauh di atas rata-rata pendapatan rakyat*, tetapi sekaligus *mengingatkan bahwa menjadi wakil rakyat bukanlah profesi mewah, melainkan pengabdian*. 

*Jika benar-benar tulus berjuang untuk rakyat, maka seorang anggota DPR seharusnya tidak keberatan hidup sederhana bersama rakyat yang diwakilinya*.

Dengan demikian, disamping Mahasiswa yg menuntut  pembubaran DPR maka mahasiswa, buruh & rakyat terus juga serukan  tuntut  agar gaji take home pay DPR dipangkas habis habisan secara drastis dari kemewahan dan privilese yang selama ini menempel.

 Sebab, jika gaji dan fasilitas DPR RI dikembalikan pada logika pengabdian, bukan kenikmatan, *maka hanya mereka yang benar-benar berniat tulus melayani bangsa yang akan bersedia duduk di kursi itu*.


From : JP Laa Manroe

JPLM official management staff: yoelala@yahoo.com

        -----000--

Rabu, 13 November 2024

Dr Yongla Patria M.Si : H.Ayep Zaki SE MM tokoh yg tepat utk bangun Sukabumi


 Hiruk pikuk menjelang Pilkada Walikotamadya Sukabumi semakin memanas , masing2 kontestan calon Walikota berebut hati tokoh masyarakat dan berebut simpati rakyat Sukabumi utk menang dan terpilih menjadi Walikota Sukabumi.

Terkait hal tersebut dlm wawancara Persnya Dr Yongla Patria M.Si yg adalah  Dewan Pakar DPP PA Alumni GMNI menyatakan bahwa Walikotamadya Sukabumi akan sangat maju jika di pimpin oleh H Ayeb Zaki SE MM Krn program2 nya selama ini sangat jelas di Sukabumi baik program pengembangan Pertanian, penyediaan pupuk murah, UMKM, menyediakan pelatihan 2 siap kerja utk masyarakat, berupaya terus menerus utk membuka lapangan kerja di Sukabumi dll dll, demikian tegas Yongla Patria .

Yongla Patria menambahkan jangan ragu memilih Ayep Zaki Krn Ayep Zaki orang yg humble rendah hati, merakyat , cepat tanggap membantu orang2 kecil ygkesulitan, yg hak2 nya di rampas secara sewenang wenang.


Di samping hal2 tsb di atas dlm wawancara pers nya tersebut Yongla Patria mengungkapkan bahwa Ayep Zaki sangat dekat dgn semua kaum lintas agama baik Muslim, Kristen, Budha, Hindu, Aliran Kepercayaan. ..dia seorang Nasionalist tulen, ungkap Yongla Patria yg juga seorang tokoh Lintas Agama & Budaya yg telah memperoleh puluhan Award Internasional ini. 

Utk itu Warga Sukabumi jangan salah pilih jika salah pilih maka harapan 5 tahun  kedepan membangun masyarakat makmur di Sukabumi akan pupus, tetapkanlah di hati warga Sukabumi bahwa Ayep Zaki lah yg akan melakukan perubahan besar di Sukabumi utk kemakmuran, keamanan & keadilan di Kota Sukabumi, demikian ungkap Yongla Patria yg juga ketua umum Barisan Nasionalis Sukarnois Indonesia  ( BNSI ) 

""""""""""************""""""

Minggu, 24 Maret 2024

JP Laa Manroe tolak 20 ethereum ( 1,1 Milyar ,-) utk lukisan kecilnya.


 JP Laa Manroe ( JPLM)  menolak 20 ethereum (Rp 1,1 Milyar ,-) utk lukisan kecilnya.

Seniman Indonesia level master internasional yg  telah memperoleh puluhan award internasional JP Laa Manroe menolak tawaran 20 ethereum ( 1,1 Milyar rupiah ) utk satu buah lukisan kecil nya karya nya berukuran +/- 40 x 30 cm dan terbuat di atas kertas.

Andaikata saja JP Laa Manroe ( JPLM)  menerima tawaran tsb dia bisa masuk kategori kelas pelukis termahal dunia... krn utk ukuran kecil dan terbuat dari kertas saja karya nya di hargai 20 ethereum ( 1,1 Milyar rupiah) apalagi lukisan karya nya yg ukuran besar yg terbuat dari kanvas....wah bisa puluhan Milyar...kalau itu terjadi maka berarti JP Laa Manroe dari Indonesia masuk dlm kategori pelukis Maestro bersama maestro2 tingkat dunia lainnya spt michael basquiat, renoir, henry matisse, raden saleh, amedeo modigliani dll. 

Sayangnya JP Laa Manroe menolak tawaran harga mahal  tsb utk sebuah lukisan kecil karya nya  krn menurutnya dia tdk suka transaksi dgn NFT , Ethereum, Digital Money dsb.

Biar saja lukisan2  karya saya di  beli pencinta lukisan dgn harga yg biasa 2 saja  tapi berbentuk uang phisik, cash & carry , atau transfer uang dari rekening ke rekening dan bukan dgn transaksi lewat NFT, Ethereum .


Ketika kami tanya apakah itu artinya JP Laa Manroe  mengabaikan kesempatan utk menjadi salah satu pelukis termahal dunia ...

Jawabnya,  saya tdk mau ada rekayasa, goreng gorengan atau permainan permainan utk menaikkan harga lukisan , lbh baik berjalan dgn normal saja .

Kalau sdh waktu nya Tuhan, maka siapapun pelukisnya yg di restui Tuhan akan menjadi Maestro dan mahal harga lukisannya... biarlah berjalan alamiah saja..

Dengan pendidikan pasca sarjana Selain melukis JP Laa Manroe juga kerap mengamati perkembangan politik, kebijakan publik, advokasi dan sering di tuangkan dlm bentuk tulisan tulisan bahkan tulisan2 nya terlihat visioner , seakan2 bisa menebak atau memprediksi  apa yg akan terjadi kedepan, ibarat main catur maka dia sdh bisa membayangkan apa yg terjadi 6 langkah kedepan dgn berbagai komposisi.


Menurut pengamat seni Joe bell van dezk mengatakan wajar kalau JP Laa Manroe akan  masuk kategori Maestro krn memang goresannya adalah goresan tingkat maestro. 

Begitu pula pendapat pengamat senirupa lainnya Deki de Jonk menyatakan lukisan JP Laa Manroe mengandung makna filosophy yg mendalam dgn goresan yg luar biasa bagus, di atas rata2...

Sisi lain ttg JP Laa Manroe di ungkap oleh pengamat seni Eropa di dlm Wall nya Jeff Fenholt ( ex Vokalis Super Group Legenda rock dunia Black Sabbath ).

Berbagai pencinta seni & berbagai pengamat seni internasional dari berbagai negara baik USA, Australia, Eropa  dll menyatakan sangat salute dgn karya lukisan JP Laa Manroe yg penuh daya tarik tersendiri,  unik dgn goresan yg kuat, brilliant,  filisophis  yg tdk di miliki pelukis2 lainnya .


Salah satu kolektor lukisan eropa Raymond vander smith menyatakan JP Laa Manroe adalah pelukis jenius, dan saya sangat beruntung bisa  mengkoleksi beberapa lukisan karya nya.

Begitu juga dgn kolektor lukisan dari USA Mr RS Stanley menyatakan  setiap ada dana lebih di banding membeli lukisan karya pelukis lain maka  saya lebih suka membeli lukisan karya JP Laa Manroe walaupun harga lukisan nya agak mahal tetap saya beli krn punya daya tarik tersendiri, jika kita melihat karya nya, kita renungkan maka seakan akan kita masuk dlm lukisan tersebut...Amazing.. . Apalagi kalau dia suatu saat menjadi Maestro kelas dunia, kan harganya beribu ribu kali lipat, hitung2 investasi keluarga utk masa depan saja. 

Selain melukis JP Laa Manroe juga musisi & penulis lagu bahkan karya nya yg berjudul " hear my song" di akhir tahun 80 an pernah beredar di Australia, Inggris, Belanda, Canada, USA.

Setelah beredarnya lagu tersebut di manca negara  dia menghilang tdk aktif membuat lagu lagi namun aktif lagi di dunia seni rupa, walaupun di thn 2019 dia mengeluarkan single yg berjudul " Terima kasih Bung Karno & Para Pahlawan" 


Jika di tingkat dunia JP Laa Manroe mengenal dgn baik  legenda dunia antara lain Jeff Fenholt ex vocalist Supergroup Dunia Black Sabbath, maka di Indonesia JP Laa Manroe mengatakan saya bersahabat dgn Legenda seni Indonesia  Maestro senior Erros Djarot.

Tambahnya lagi namun beberapa kawan seniman top Indonesia sdh meninggal dunia antara lain, didi kempot, glenn fredly, arry saffriadi,  dan baru baru ini juliet  goeslaw pun sdh meninggal dunia, kenang JP Laa Manroe.

Ketika kami tanyakan apakah JP Laa Manroe akan serius aktif kembali melukis, jawabnya ;  serius atau engga serius yg penting happy ...happy for all...

JPLM official management staff : yoelala@yahoo.com


                   *******